pencarian cepat

Sabtu, 15 Desember 2012

Aktivis Buta ini Berhasil Usik AS dan China



VIVAnews - Ada satu orang yang beberapa hari terakhir berhasil mencuri perhatian para pejabat Amerika Serikat dan China, sekaligus jadi sorotan media internasional. Chen Guangcheng, demikian nama orang itu, sebelumnya hanya dikenal sebagai satu dari sekian banyak aktivis pembela HAM di China, yang menderita di bawah kesewenang-wenangan aparat rezim komunis di negeri itu.



Namun, Chen punya keberanian luar biasa. Penyandang tuna netra itu nekad meminta suaka politik di Kedutaan Besar AS. Sebaliknya, aksi Chen itu membuat ketar-ketir para diplomat AS dan mengundang perasaan gusar dari para petinggi di Beijing.

Ada alasan kuat mengapa China dan AS direpotkan dengan aksi pria 40 tahun itu. Selama 3-4 Mei 2012, AS dan China menggelar Dialog Tahunan Kerjasama Strategis untuk kali keempat, yang tahun ini berlangsung di Beijing. Delegasi AS dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dan Menteri Keuangan Timothy Geithner.

Agenda dialog ini sudah dijadwalkan, yaitu memperkuat kerjasama bilateral antara AS dan China sekaligus menyelesaikan sejumlah perbedaan yang sangat pelik, seperti desakan Washington agar Beijing melonggarkan kontrol atas kurs yuan, sengketa teritorial di Laut China Selatan, serta isu-isu global penting lainnya.

Namun, media massa internasional ternyata memberi perhatian lebih besar atas aksi nekad Chen yang meminta suaka di Kedutaan Besar AS di Beijing. Pemberintaan agenda Dialog China-AS pun kalah gencar dibanding kisah Chen.

Mau tak mau, pejabat AS dan China pun menaruh perhatian atas masalah ini. Menurut Reuters, pemerintah China pada Jumat 4 Mei 2012 bersikap toleran dengan menyatakan bahwa Chen bisa mendaftar untuk studi di luar negeri.

Chen sendiri, yang tengah dirawat di rumah sakit di Beijing, sudah bertekad ingin hijrah ke Amerika. Dia bahkan sudah punya angan-angan untuk bertemu dan memeluk Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, yang sedang berkunjung ke Beijing dan ingin pergi bersama-sama dengan dia.

Namun, belum ada pejabat AS yang mau bertemu dengan dia. Situasi itu membuat cemas Chen sehingga dia, dengan upaya gigih, menelepon ke para anggota Kongres AS yang sedang rapat agar dia diberi perhatian dan keinginannya dipenuhi.

Krisis Chen ini muncul pekan lalu saat dia berupaya mencari suaka di Kedutaan Besar AS di Beijing. Dia bertahan di sana selama enam hari sebelum akhirnya dibawa diplomat AS ke rumah sakit di Beijing untuk perawatan kakinya yang sakit pada Rabu kemarin, 2 Mei 2012. Ini setelah mendapat jaminan dari pemerintah China bahwa Chen dan keluarganya tidak diapa-apakan dan mendapat perlakuan baik.

Chen merasa sudah tidak tahan dengan perlakukan aparat. "Situasi yang saya alami sangat tidak baik. Saya baru mengetahui bahwa teman-teman yang ingin menjenguk saya malah dipukuli," kata Chen di dalam rumah sakit.

Pemerintah China belum memberi tanggapan lebih lanjut atas keluhan Chen, selain menjamin bahwa dia boleh mendaftar untuk bersekolah di luar negeri. "Bila dia mau belajar di luar negeri, dia bisa mendaftar dengan jalur normal ke departemen terkait seperti yang diatur dalam undang-undang, sama dengan yang dialami warga China lainnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Liu Weimin, 4 Mei 2012.

Namun, media massa milik pemerintah China sudah mengecam aksi aktivis itu. "Chen Guangcheng sudah menjadi alat dan pion bagi para politisi Amerika yang ingin menjelek-jelekkan China," demikian tulis koran The Beijing Daily.
Pembela HAM
Chen dikenal sebagai aktivis pembela hak-hak sipil bagi penduduk desa yang hak-hak mereka dirampas. Dikenal sebagai "pengacara bertelanjang kaki," Chen sendiri belajar hukum secara otodidak, dan tidak mengeyam pendidikan formal.

Namun, dia berhasil membuat perhatian dengan terang-terangan mengritik kesewenang-wenangan pemerintah soal kebijakan keluarga berencana, kekerasan dan aborsi secara paksa. Chen pada 2005 berhasil menghimpun dukungan masyarakat untuk mengajukan gugatan publik (class-action) atas pemerintah Kota Linyi di Shandong karena sewenang-wenangan menerapkan kebijakan "Satu Anak Cukup."

Bukan kemenangan yang diraih Chen, malah dia harus menjalani tahanan rumah dari September 2005 hingga Maret 2006 sambil menunggu diadili. Pada Agustus 2006, Chen dihukum penjara selama empat tahun dan tiga bulan karena bersalah "merusak properti dan mengorganisir massa untuk mengganggu lalu lintas."

Walau sudah menjalani hukuman secara tuntas, Chen pun berstatus tahanan rumah di tempat tinggalnya di Desa Dongshigu. Namun, pada 22 April 2012, peraih penghargaan Ramon Magsaysay dan Seratus Tokoh Berpengaruh versi Majalah "Time" ini berhasil lolos dari tahanan rumah dan kabur ke Kedutaan Besar AS di Beijing. Sejak saat itu media massa internasional memberi perhatian besar atas masalah yang dialami Chen.

Sumber
Baca selengkapnya »
abu rizal ababil. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © ABU RIZAL blog 2010

Abu Rizal Blog