pencarian cepat

Kamis, 20 Desember 2012

Kisah Sang Pelukis


Hari itu, Egi membuka akun Facebooknya seperti biasa. Terlihat group kesayangan dilayar monitor, group tempatnya bertemu dengan teman-teman yang seperti keluarga. Senyum pun menyebar di wajahnya yang sedikit keriput.

Egi juga memeriksa email dan membaca beberapa inbox yang membuatnya terpaku. Dia duduk di kursi seperti orang gelisah.

Matanya seperti memaksa menahan agar genangan bening dimatanya tidak tumpah membanjiri pipinya. Egi serasa tak dapat melihat layar monitornya dengan jelas, dia mengalihkan pandangan dan melihat kearah jendela, di mana berdiri dengan kokohnya sebuah tanaman yang penuh dengan bunga. Bunga yang bermekaran, seperti ingin menampakan keelokannya pada Egi.

Egi adalah seorang pelukis dan juga pemilik dari sebuah rumah seni, di mana terdapat program berbagai jenis gambar dan lukisan yang ditawarkan. Dia memiliki komunitas di Facebook dengan nama “Warnailah Hidup Kita.”

Dia menerima banyak gambar dan lukisan dari teman groupnya setiap hari. Ada yang dari seniman, adapula dari orang yang cuma iseng. Para seniman mengirimkan karya mereka berdasarkan gagasan Egi yang di berikan setiap bulan. Hal itu merupakan ungkapan perasaan yang luar biasa untuk mengetahui bahwa dunia ini penuh dengan jiwa yang beragam. Dan itu kadang membuat Egi agak kesulitan memberikan penilaian pada lukisan mereka.

Tiba-tiba, pikiran Egi seperti memaksa untuk mengingat kejadian masa lalu.

Bulan lalu Egi memberikan gagasan pada groupnya dengan tema ‘Kenangan’ untuk sebuah acara lomba lukisan. Dan dalam rangka untuk menemukan seniman muda berbakat, dia menentukan usia kelayakan seniman adalah 20 tahun ke bawah.

Tak ada seminggu, kotak masuk atau inbox email secara otomatis dibombardir oleh scan potongan gambar dan lukisan hasil kreativitas ribuan remaja. Egi terpesona. Egi mulai menganalisis dan menilai setiap lukisan, dia bisa melihat imajinasi yang unik dari setiap seniman muda yang membuatnya terkagum-kagum.

Tiba-tiba mata Egi dikejutkan oleh sebuah lukisan aneh.

Sebuah lukisan hamparan pantai, berdiri seorang pria dengan memakai pakaian renang wanita!

Tanggapan pertama Egi sudah jelas, ia tertawa lebar sampai mengeluarkan suara seperti guntur. Egi tidak tertawa ketika melihat dan menilai setiap bagian dari karya artistik sebelumnya. Tapi waktu memandang lukisan itu, dia tidak bisa menahan diri.

Lukisan ‘Kenangan‘, dengan nama pengirimny adalah Agung, berumur 20 tahun, telah membuat sebuah lukisan yang indah, tapi kaku dan kurang pas dalam karakterisasinya. Egi telah menentukan pilihan pada kontestan untuk menggambarkan lukisan mereka dalam 2-3 kalimat. Tapi dalam lukisan Agung, Egi melihat hanya satu kata ‘Kenangan‘, hanya itu saja.

Semua karya-karya telah dinilai dan Egi telah menentukan peserta yang jadi pemenangnya.

Egi menyisisihkan hasil karya Agung dan ingin mengirimkan email padanya. Egi berpikir, bahwa seorang Agung berpura-pura menjadi seorang anak berusia 20 tahun dan mencoba untuk mengecoh. Jujur saja Egi agak kesal.

Seperti menambahkan bahan bakar pada api pada saat itu, Egi diberitahu oleh putrinya yang tidak bisa pulang untuk merayakan ulang tahunnya karena study akan mengadakan tour pada bulan itu. Padahal sebelumnya, putrinya berjanji akan pulang dari luar kota.

Memang hidup Egi memiliki dua warna yang mengagumkan, hanya dua warna. Satu, putrinya dan kedua adalah rumah seninya. Tanpa mereka, Egi merasa hari-harinya akan jadi monoton dan membosankan seperti sebuah kanvas kosong.

Egi harus mengakui kalau dia sedih dan kecewa. Dia menumpahkan kekecewaannya pada Agung, dia pun mengirim email pada Agung yang berbunyi:

___________

“Agung, ibu telah menerima lukisanmu.Anak laki-laki seusia kamu mungkin merasa tertarik untuk melakukan hal-hal konyol dan mungkin kamu merasa bangga. Ibu melihat lukisanmu sangat kekanak-kanakan. Kamu melukis pantai yang indah, Ibu sangat hargai itu! Tapi apa yang ada di pikiranmu ketika kamu melukis seorang pria memakai pakaian renang wanita berdiri di sana?.Kamu tidak bisa mengatakan bahwa itu seorang wanita. Gambar kamu sangat jelas mengungkapkan bahwa sorang pria berbadan gemuk dengan kumis dan jenggot yang mengenakan bikini. Sangat tidak keren!

Lukisanmu tidak memiliki penjelasan juga. Lalu, apa maksud kamu dalam lukisan itu? Apakah kamu transexual? Jika demikian, mengapa tidak kamu sebutkan dalam lukisan ?

Ibu merasa lukisanmu aneh, serta menjengkelkan! Berhentilah bertingkah seperti anak kecil yang melukis zebra berwarna-warni atau hewan dengan kepala gajah, tubuh kuda dan ekor monyet disertai tulisan “INI PRIA”.

Jadi, sangat adil ketika Ibu tak memberi nilai apapun pada lukisanmu. Lukisan sangat konyol! Jika kamu bermaksud untuk membuat kelucuan, maka tidak apa-apa, Ibu percaya semua orang yang mempunyai mata akan tertawa!

Harusnya kamu serius tentang lukisan yang mempelajari hal-hal dasar dan mencoba untuk membawa ide-ide melalui pekerjaan. Jika kamu tidak dapat menjelaskannya, maka itu tidak ada gunanya. “

__________

Dan email pun telah dikirim ke Agung.

***

Tiga hari kemudian, Egi mendapat email mengejutkan dari Dr Bejo, konsultan onkologi dari lembaga kanker terkenal.

Dalam email tersebut berisi salinan scan dari surat tulisan tangan serta lukisan karya Agung. Sama seperti yang Agung kirim pada Egi tempo hari, lukisan pantai disertai gambar seorang pria mengenakan pakaian renang wanita.

_______

“Assalamualaikum,

Saya mengirim email ini dan lampiran scan seperti yang diminta oleh ananda Agung yang merupakan pasien saya.Saya hanya mau menulis bahwa kesalahan dapat terjadi pada siapa saja.

Kata-kata dalam surat dibawah ini ditulis oleh Agung dan seperti yang Anda tahu lukisan juga dibuat olehnya. Dia adalah seorang pelukis berbakat. Tapi, kematian tidak memberi kesempatan padanya. Agung menderita kanker selama bertahun-tahun dan ia meninggal dua hari yang lalu. Dia meminta saya untuk mengirimkan email penjelasan pada Anda.

Wassalamualaikum

Dr Bejo

_______________

Hati Egi mendadak berdetak dengan sangat kencang. Dia tidak bisa melihat layar komputer lagi. Matanya seperti berkunang-kunang.

Butuh beberapa saat untuk menjernihkan kembali penglihatannya. Sejenak dia mengalihkan pandangan keluar jendela, terlihat tanaman yang berbunga bergoyang terkena terpaan angin dan seolah membisikkan sesuatu kepada Egi.

“Agung tidak main-main. Tak seorang pun dapat bermain permainan ketika hidup memainkan permainan yang lebih besar!” batinnya dalam hati disertai tarikan nafasnya yang terasa sesak.

Kemudian Egi menatap ulang layar monitor, melihat ke bagian bawah dan terlihat lampiran lukisan dari surat yang ditulis oleh Agung.

_______

Ibu Egi Yang Terhormat,

Saya sedih karena lukisan saya membuat Anda kesal. Tapi saya ingin Anda tahu satu hal - saya hanya ingin melukis realita. Dengan segala hormat, saya ingin membuat ide saya jelas, tetapi saya gagal untuk menuliskannya.Saya hanya menggambarkan “Pria” yang memakai pakaian renang wanita berdiri di dekat pantai dan menatap kosong ke arah pantai.

Itu adalah hasil imajinasi saya. Dahulu, di kampung saya hidup pasangan suami istri yang menetap di dekat pantai, mereka sering bermain dan berenang di sana. Pantai adalah bagian dari kehidupan mereka. Tapi suatu hari saat mereka berenang, pria itu kehilangan istrinya yang terbawa gelombang air yang sangat besar. Tubuh sang wanita ditemukan setelah tim penyelamat datang. Namun, sang wanita dalam keadaan tak bernyawa. Pria itu tidak bisa menerima kenyataan dan hal itu membuatnya menjadi gila sejak saat itu. Dia memakai pakaian renang yang dikenakan oleh kekasihnya itu, berjalan dan berteriak disepanjang pantai setiap hari.

Saya minta maaf karena tidak bisa membuat Anda paham! Anda tidak perlu membalas email ini, karena mungkin saya tidak bisa membacanya.

Tapi, saya menyukai lukisan, dan saya juga penggemar Anda.

Maaf dan salam Saya

Agung

________________

Egi melihat keluar lagi, tenaganya seperti hilang, badannya menjadi lemah tak berdaya.

Angin sepoi-sepoi membelai wajah Egi, tanpa dia sadariaya wajahnya telah dibanjiri air mata.

“Saya menyesal!” lirihnya ditengah isak yang menyesak.

Kesalahannya karena meremehkan Agung, pemuda yang tengah berperang melawan maut.

“Saya telah hidup setengah abad di bumi ini, Saya seorang pelukis terkenal, saya seharusnya mendorong seniman pemula,”suaranya terdengar sumbang ditengah tangisnya.

Agung telah pergi selamanya sebelum Egi meminta maaf padanya.

(Ilustrasi/dipity.com)


*Janganlah memandang remeh pada orang lain, karena dari sanalah kita belajar banyak tentang hidup. Kehidupan ini sebentar, nilailah orang dengan memposisikan diri sebagai orang yang kita nilai. Lakukan sebelum menyesal.*

Sumber
Baca selengkapnya »
abu rizal ababil. Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © ABU RIZAL blog 2010

Abu Rizal Blog