Kemarin Banjir Jakarta setelah hujan lebat mengguyur Ibu Kota selama dua hari berturut-turut. Akibatnya, debit air di 13 sungai yang membelah-belah Jakarta meluber dan merendam sejumlah pemukiman dengan ketinggian mencapai 4 meter lebih.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, mencatat setidaknya 2.466 orang mengungsi, dan 4 di antaranya meninggal. Mereka berasal dari 175 rukun warga di 33 kelurahan. Sementara data Polda Metro Jaya menyebut jumlah pengungsi lebih besar lagi, mencapai 10.523
Banjir Jakarta ini memang terjadi sejak lama. Ada beberapa catatan banjir besar pernah melanda Ibu Kota ini, misalnya banjir pada 2007 silam, yang menelan korban jiwa hingga 80 orang. Banjir waktu itu juga melumpuhkan Jakarta.
Selain banjir pada 2007, jauh sebelum itu sebenarnya Jakarta juga pernah mengalami banjir tak kalah hebatnya. Berikut ini 5 Banjir Jakarta Paling Besar yang pernah terjadi di Ibu Kota:
1. Banjir Jakarta pada 1918
Banjir Jakarta pada 1918 ini juga melumpuhkan Batavia. Gubernur Jenderal Batavia Jan Pieterszoon Coen, sampai menunjuk arsitek khusus untuk menangani banjir ini. Banjir Jakarta waktu itu merendam permukiman warga karena limpahan air dari sungai Ciliwung, Cisadane, Angke dan Bekasi.
Akibat banjir jakarta ini, sarana transportasi, termasuk lintasan trem listrik terendam air. Dua lokomotif cadangan dikerahkan untuk membantu trem-trem yang mogok dalam perjalanan. Banjir pada tahun itu merupakan yang terparah dalam dua dekade terakhir.
2. Banjir hebat pada 1979
Banjir jakarta paling besar juga pernah melanda DKI Jakarta pada era Gubernur Tjokropranolo. Banjir pada 1979 di Jakarta menggenangi wilayah pemukiman dengan luas mencapai 1.100 hektare. Banjir yang disebabkan hujan lokal dan banjir kiriman itu merendam pemukiman penduduk.
Sebelum tahun itu, banjir jakarta sebenarnya juga terjadi. Misalnya pada 1876 dan 1918, banjir pernah sampai merendam rumah penduduk, termasuk bekas benteng VOC di Pasar Ikan. Tapi banjir pada 1979, jauh lebih besar dengan jangkauan lebih luas.
3. Banjir Jakarta pada 1996
Pada 6-9 Januari 1996, banjir Jakarta juga terjadi setelah hujan dua hari. Sebulan kemudian, 9-13 Februari 1996, tiga hari hujan lebat dengan curah lima kali lipat di atas normal, merendam Jakarta setinggi 7 meter.
Akibat banjir jakarta ini, 529 rumah hanyut, 398 rusak. Korban mencapai 20 jiwa, 30.000 pengungsi. Nilai kerusakan mencapai USD 435 juta. Banjir 2007 ini juga sampai ke pemukiman elite Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara yang pada waktu itu sedang dalam proses pembangunan.
4. Banjir besar pada 2007
Banjir Jakarta pada tahun 2007, terjadi pada era Gubernur Sutiyoso. Bencana banjir waktu itu menjadi salah satu yang terburuk. Bayangkan, 60 persen wilayah DKI terendam air dengan kedalaman mencapai 5 meter lebih di beberapa titik.
Selain sistem drainase yang buruk, banjir jakarta ini berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang tak tertampung.
Banjir jakarta tahun 2007 ini lebih luas dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda pada tahun 2002 dan 1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit.
Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah, diperkirakan Rp 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007.
5. Banjir pada 2013
Banjir Jakarta ini menelan banyak korban jiwa terjadi pada Januari hingga Februari 2013 lalu. Bencana itu menyebabkan 20 korban meninggal dan 33.500 orang mengungsi. Banjir ini terjadi pada era Gubernur DKI Joko Widodo.
Waktu itu, banjir jakarta sampai melumpuhkan pusat kota. Air menggenangi kawasan Sudirman, termasuk Bundaran Hotel Indonesia (HI) akibat tanggul Kali Cipinang, di dekat HI.
Diperkirakan banjir jakarta ini menyebabkan kerugian hingga Rp 20 triliun. Sementara pengusaha, melalui Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, mengklaim terjadinya kerugian ekonomi lebih dari Rp 1 triliun.