Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk ke dalam Karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa.
Pembentukan wilayah ini sebagai kota otonom berawal dari keinginan warga di kawasan Tangerang Selatan untuk menyejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom. Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang sehingga banyak fasilitas terabaikan.
Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Setu.
Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang yang dipimpin oleh Ketua DPRD, Endang Sujana, menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan secara aklamasi.
Komisi I DPRD Provinsi Banten membahas berkas usulan pembentukan Kota Tangerang mulai 23 Maret 2007. Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan pada 22 Maret 2007.
Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan dana Rp 20 miliar untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang Selatan. Dana itu dianggarkan untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan merupakan modal awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah Kabupetan Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota hasil pemekaran mandiri.
Baca selengkapnya »